Gangguan Perkembangan



BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar belakang
Perkembangan dilukiskan sebagai proses yang dinamis, oleh karena itu jika terjadi ketidak dinamisan perkembangan maka terjadi gangguan perkembangan. Gangguan perkembangan ini sering disebut sebagai kecacatan atau handicap. Kecacatan dapat berupa cacat fisik, cacat motorik, cacat sosial, cacat mental dan sebagainya. Tidak jarang kecacatan ini dianggap sebagai hukuman atas kesalahan-kesalahan orang tua pada masa lalu. Misalnya anak yang lahir tangaanya tidak tumbuh sempurna dihubungkan dengan dosa orang tua pernah mencelakai orang lain dengan memotong tangannya pada saat istrinya hamil.
Perkembangan abnormal tidak hanya mencakup gangguan perkembangan saja. Perkembangan abnormal juga berkaitan dengan perkembangan yang lebih cepat atau lebih bagus dari pada rata-rata. Misalnya anak yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata atau disebut anak berbakat.
Terhadap penderita gangguan perkembangan atau penderita cacat, PBB mempunyai perhatian khusus hingga dikeluarkannya “Declaration of the Righ of Child dimana pada pasal 5 berbunyi: “The Child who is phisically, mentally or socially handicaped shall be given the special treatment, education and care required by his particularly condition.”Perhatian yang sungguh-sungguh ini juga dibuktikan dengan dipermaklumkannya “The Right of the Mentally Handicaped” pada tahun 1971 dan “The Right of Dissabled Person” pada tahun 1975.
Gangguan perkembangan tidaklah terbatas pada kecacatan (handicap). Definisi gangguan yang lebih luas menyangkut pula gangguan perilaku yang lain seperti penyalahgunaan obat (drug abuse) pada remaja dan orang dewasa. Gangguan perkembangan yang akan dibicarakan disini meliputi gangguan fisik dan psikomotorik, gangguan fungsi intelektual dan gangguan yang nampak pada perilaku psikososial dan moral yang dicakup dalam pengertian deviansi.

1.2     Rumusan Masalah
Setelah melihat pernyataan diatas muncul pertanyaan di benak penulis yaitu :
1.    Apakah Pengertian Dari gangguan funfsi fisik dan psikomotor ?
2.    Apakah Pengertian dari gangguan cacat mental ?
3.    Apakah pengertan dari gangguan psikososal dan perilaku ?
4.    Bagaimana Terapi pada gangguan perkembangan tersebut ?

1.3     Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah :
1.   Untuk mengetahui Pengertian dari gangguan fungsi fisik dan psikomotor
2.   Untuk mengetahui pengertian dari gangguan cacat mental
3.   Untuk mengetahui pengertian dari gangguan psikososial dan perilaku
4.   Untuk mengetahui Bagaimana terapi gangguan perkembangan tersebut

 BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Gangguan Fungsi Fisik dan Psikomotor
Menurut Sukarman, cacat fisik adalah cacat yang ada hubungannya dengan tulang sendi dan otot. Cacat fisik adalah jenis cacat dimana salah satu atau lebih anggota tubuh bagian tubuh bagian tulang atau persendian mengalamai kelainan, sehingga timbul rintangan dalam melakukan fungsi gerak. Cacat fisik seperti ini disebut orthopedi. Sedangkan menurut ilmu kedokteran disebutkan bahwa cacat tubuh adalah kelainan pada anggota gerak yang meliputi tulang, otot, dan persendian baik dalam struktur maupun fungsinya sehingga dapat menjadikan rintangan bagi penderita untuk melakukan kegiatan secara layak.
Sementara itu Anastasi (1995) menyatakan bahawa gangguan fungsi fisik dan psikomotor pada umumnya disebabkan oleh kerusakan kerusakan otak atau organ perifer yaitu kerusakan pada susunan syaraf pusat atau pada anggota badan, urat daging atau pada panca indera.
Dalam ruang lingkup ini sering digunakan terminologi cacat (handicaped) dan meliputi hal-hal sebagai berikut :
1.    Impairement adalah suatu kehilangan atau keadaan abnormalitas dari psikis tau fisik baik struktur ataupun fungsinya. Termasuk dalam kelompokini adalah gangguan mata yaitu buta keseluruhan maupun sebagian, gangguan pendengaran baik yang sukar mendengar ataupun tuli, gangguan bicara atau tuna wicara, dan lumpuh atau tuna grahita.
2.    Disability, adalah suatu hambatan atau gangguan dari kemampuan untuk melaksanakan aktivitas yang biasanya dapat dikerjakan oleh orang yang normal sebagai akibat dari impairement.
3.    Handicaped, adalah suatu kerugian yang diderita oleh individu akibat impairament dan disability. Kerugian ini dapat timbul dari dirinya sendiri (intrinsic handicaped) dan dapat pula timbul dari lingkungan (extrinsik handicaped).

Jadi :
Impairement                                Disability Handicaped
Contohnya      : Seorang anak yang menjadi buta karena kekurangan vitamin A
Impairement    : Buta
Disability       : Kehilangan kemampuan untuk melihat
Handicaped     : Kehilangan kemampuan bekerja yang menggunakan mata

Penyebab dari keadaan cacat dapat berasal dari kelainan bawaan (genetik) sehingga merupakan penyakit keturunan yang diwariskan dari orang tua dan dapat pula berasal dari perjalanan kehidupannya setelah lahir (acquared) sehingga bukan merupakan warisan baik merupakan penyakit maupun kecelakaan. Menurut WHO penyebab terjadinya kecacatan dapat berasal dari nutrisi, penyakit yang tidak menular, penyakit menular, kelainan bawaan, (fisik,mental,non genetik), rudapaksa, psikiatrik dan kecanduan obat, alkohol dll.
Pada sebagian orang yang menderita cacat fisik bawaan akan lebih mudah menghadapi kenyataan hidup ini dibandingkan dengan mereka yang mengalami cacat fisik perolehan. Pada orang yang menderita cacat fisik setelah lahir dapat dengan mudah terkena stres atau bahkan dapat berakibat pada shock berat. Hal ini disebabkan oleh karena kesempurnaan fisik menjadi penting bagi daya tarik dirinya dalam pergaulan sosial sehingga kecacatan menjadi bagian penting dari konsep diri. Akibat kecacatan, maka penderita tidak dapat bermain dengankawannya, mengganggu kontak sosialnya dan bahkan menjadi bahan omongan teman-temannya. Cacat fisik juga mengakibatkan seseorang kurang dapat menyesuaikan diri secara personal maupun sosial dalam pekerjaan, dalam perkawinan dan dalam kehidupan sosial lainnya. Selain itu penderitaan batin sering ditemui pada orang yang menderita cacat fisik, mudah tersinggung dan cepat bersedih hati
 
2.2         Cacat Mental (Reterdasi Mental)

Pengertian umum dari gangguan macam ini adalah deviansi. Deviansi menunjuk pada suatu pola tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma dilihat dari pandangan sistem sosial. Perkembangan yang terganggu ditandai oleh penyimpangan dari keadaan normal. Gangguan perkembangan ini dapat terjadi secara perlahan-perlahan namun juga dapat terjadi secara mendadak. Termasuk dalam pengertian deviasi adalah gangguan mental (retardasi) sehingga anak mengalami kesulitan belajar.
Pada anak yang mengalami retardasi mental ini terjadi gangguan terutama aspek intelektualnya dan juga kekurangan dalam perkembangan kepribadian atau gangguan perilaku lainnya. Retardasi menta merupakan  masalah dunia  dengan impfllikasi yang cukup besar. Angka kejadian prevalensi dari retardasi mental pada stadium berat adalah 0.3 persen dari seluruh populasi dan hampir 3 persen mempunyai IQ di bawah 70. Klasifikasi intelegensi manusia adalah sebagai berikut : Sangat superior bila IQ di atas 130, Superior bila IQ antara 120 s/d 128, di atas rata-rata bila IQ antara 110 s/d 118, rata-rata bila IQ 90 s/d 110, di bawah rata-rata bila IQ 80 s/d 88, retardasi mental bila IQ di bawah 70.
Retardasi mental mempunyai 5 tingkatan yaitu tingkat batas atas atau borderline, tingkat ringan yang masih mampu dididik, tingkat sedang, tingkat berat dan tingkat sangat berat. Anak dengan retardasi mental menjadi sumber kecemasan. Sebagai sumberdaya mereka tidak dapat dimanfaatkan, karena 9.1 persen dari anak-anak ini memerlukan perawatan, bimbingan serta pengawasan dalam seluruh waktu hidupnya. Oleh karena itu retardasi mental merupakan sumber kecemasan bagi keluarga dan masyarakat.
Retardasi mental menurut WHO didefinisikan sebagai kemampuan mental yang tidak mencukupi (Payne dan Patton, 1981). Sedangkan Crocker (1983) menyatakan bahwa retardasi mental apabila jelas terdapat intelegensi yang rendah yang disertai adanya kendala dalam penyesuain perilaku dan gejalanya timbul pada masa perkembangan di bawah usia 18 tahun. Anak ini tidak dapat mengikuti pendidikan sekolah biasa, karena cara berfikirnya yang terlalu sederhana, daya tangkap dan daya ingatnya rendah, demikian pula dengan pengertian bahasa dan berhitungnya sangat lemah. Gangguan perilaku adaptif yang menonjol pada anak ini adalah kesulitan menyesuaikan diri dengan masyarakat di sekitarnya, tingkah lakunya kekanak-kanakan dan tidak sesuai dengan umurnya. Gejala tersebut timbul sebelum anak mencapai usia di atas 18 tahun, bila munculnya setelah usia  perkembangan maka bukan merupakan retardasi mental tetapi merupakan penyakit lain sesuai dengan gejala klinisnya.
Pertanyaan apa yang menyebabkan seseorang menyimpang dari norma, akan dijawab dengan pendekatan teori ilmu pertumbuhan dan perkembangan anak. Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental. Untuk mengetahui adanya retardasi mental perlu anamnesa yang baik, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Penyebab dari retardasi mental sangat kompleks dan multifaktor. Walaupun begitu dapat diidentifikasi faktor-faktor yang potensial seperti yang dinyatakan oleh Shonkoff 182 sebagai berikut.
Faktor non organik, faktor ini meliputi kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis, faktor sosiokultural, interaksi anak dengan pengasuh yang kurang baik dan penelantaran anak (child abuse). Kebanyakan dari anak yang mengalami retardasi mental adalah berasal dari golongan ekonomi rendah atau miskin. Kemiskinan berkaitan dengan pendidikan dan penghasilan yang rendah. Pada keadaan ini kemampuan untuk memenuhi kecukupan gizi ibu hamil sangat kurang , padahal gizi ibu hamil sangat penting bagi perkembangan otak anak yang dikandungnya.
Faktor Organik, terdiri dari;
1.    Faktor prakonsepsi (abnormalitas gen, penyakit metabolik, kelainan kromosom seks)
2.    Faktor pranatal yitu gangguan pertumbuhan otak pada trimester 1 akibat zat-zat teratogen, idioptik, dan disfungsi plasenta, gangguan otak trimester II dan gangguan otak trimester III.
3.    Faktor perinatal prematur asfiksi, meningtis, dan hiperbilirubin.
4.    Faktor post natal yang berupa trauma berat pada kepala, neurotoksin, kecelakaan otak, infeksi otak, dan metabolik.

Untuk kepentingan pemberian pertolongan yang baik dan untuk mencegah gangguan sekunder perlu diusahakan untuk mengenal gangguan perkembangan itu seawal mungkin. Pengenalan gangguan seawal mungkin dilakukan dengan bantuan yang multidisipliner dari ahli kedokteran, psikologi, sosial, dan pendidikan dengan tujuan penanganan yang integral.
Sebagai reaksi gerakan institusionalisasi pelembagaan yang menganjurkan perawatan anak yang menyimpang dan terganggu perkembangannya dalam rumah-rumah khusus, timbullah faham normalisasi. Faham ini terutama dimaksudkan bagi anak lemah mental, meskipun pengertian normalisasi itu menyangkut pengertian yang lebih luas. Menurut faham ini maka anak lemah ingatan harus sebanyak mungkin diasuh dalam lingkungan yang normal dengan sejauh mungkin memperhatikan keadaan anaka lemah mental tersebut. Hal ini mengandung pengertian bahwa tidak hanya anak lemah mental tadi yang harus menyesuaikan dengan masyarakat, tetapi masyarakatpun harus memberi kemungkinan sehingga anak lemah mental dapat menjadi bagian yang integral dari masyarakat atau menganut prinsip “ucommunity containment”.
2.3     Gangguan Psikososial dan Perilaku
1.    Autistik
Autisme digolongkan oleh banyak ahli sebagai psikopat. Psikopat adalah suatu golongan gangguan bawaan yang menyebabkan orang tidak dapat mengadakan hubungan afektif yang normal dan selalu merupakan problem bagi orang lain dan bagi dirinya sendiri. Pengertian lain dari autistik adalah infantil. Autistik sering dimengerti sebagai semua anak yang bersikap sangat mengarah pada dirinya sendiri. Hal ini sering timbul karena kurangnya pengasuhan yang hangat. Perkembangan anak dapat terhambat karena kurangnya pemeliharaan afektif atau keterlataran afektif. Bila keterlantaran itu dibarengi dengan ketidak adanya aturan atau pendidikan maka dapat menimbulkan gangguan yang sungguh-sungguh.
Gangguan perkembangan autisme sudah nampak tanda-tandanya pada masa awal perkembangan. Ciri khas dari autisme adalah bahwa mereka sejak dilahirkan mempunyai kontak sosial yang sangat terbatas. Kontak yang sangat terbatas itu karena adanya kecemasan, perasaan tak terlindungi, keraguan, rasa terasing, dan ketidak mampuan mengerti masalah sosial. Perhatian mereka hampir tidak tertuju pada orang lain, melainkan hanya pada benda-benda mati. Mereka tenggelam pada penghayatan taktil kinestese yaitu misalnya bernafsu meraba-raba dirinya sendiri. Simpton lain dari autisme ditemukan pada penderita autisme yang sudah bersekolah sampai di tingkat SLTP yang tidak seperti diskripsi di atas. Penderita menunjukkan rasa belas kasihan yang sangat kuat terhadap hewan piaraan. Kasih sayangnya ditunjukkan dengan tangsi sedih manakala ada hewan piaraannya yang hendak digunakan untuk percobaan di laboratorium. Di lain pihak, penderita tidak peduli dengan kewajiban sosial dala lingkungan sosial.
Dugaan akan peenyebabnya ada bermacam-macam, diantaranya schizoprenia yaitu golongan penyakit mental yang ditandai dengan banyak simptom. Pendidikan dan penanganan  yang penuh kasih sayang, konsekuen, tidak kenal jemu dan dalam jangka waktu yang lama dapat mengurangi dan memperbaiki gangguan perkembangan ini. Oleh karena itu terapinya memerlukan banyak ahli yang bekerja secara sistematis.

2.    Anak Sukar Didik
Mendidik adalah memberikn bantuan kepada orang lain. Salah satu lembaga pendidikan yang fundamental adalah keluarga dan sekolah. Dalam proses belajar untuk memperoleh perilaku baru yang diharapkan, setiap anak memiliki kemampuan yang tidak sama. Tidak sedikit diantara mereka yang mengalami kesulitan dalam belajar baik di sekolah maupun di rumah. Jadi sering dijumpai adanya kesulitan dalam setiap upaya memberikan pendidikan. Salah satu faktor kesulita dalam pendidikan adalah karakteristik anak yaitu anak yang memiliki karakter sukar didik. Anak yang sukar didik menunjukkan tanda-tanda “acting out” yang berbahaya dan seringkali agresif serta sukar diajak berkomunikasi dialog untuk dimintai keterangan mereka.
Pernah terjadi suatu peristiwa kenekatan anak remaja yang inherent dengan “acting out” pada anak sukar didik ini, yaitu dua anak SMA dari Medan menumpang pesawat Air Bus Garuda di bagian ruang penyimpanan roda. Perilaku ini merupakan kenekatan, sebab mereka sama sekali tidak memperhitungkan resiko keamanan dan kecelakaan. Kejadian ini sangat menggemparkan dan menimbulkan  kesulitan bagi diri, keluarga dan orang lain. Apakah kejadian ini dapat menggolongkan kedua anak muda tersebut ke dalam kelompok anak sukar didik ? Untuk menjawabnya diperlukan analisis yang mendalam tentang karakter anak baik dari orang tua, teman sebaya dan guru sekolahnya.
Keadaan sukar didik berkaitan dengan penolakan terhadap norma masyarakat dan penolakan terhadap apa yang dianggap “benar” oleh masyarakat. Mereka melakukan perilaku yang anti sosial, seperti suka membolos sekolah, menipu, mencuri dan sebagainya tanpa perasaan “bersalah”. Mereka adalah anak-anak tanpa kontrol internal dan kontrol eksternalnya tidak mempan lagi. Penyebab pokok gangguan ini adalah tidak adanya rasa atau afeksi dalam masa kanak-kanak. Penanganan dari kasus ini membutuhkan kerja yang total dari para ahli. Harus benar-benar dididik di luar rumah dan dimasukkan dalam pendidikan khusus.
3.    Anak dengan gangguan belajar
Gangguan belajar adalah penyimpangan dalam proses belajar yang berhubungan dengan deskrepansi yang signifikan antara kemampuan yang diperlukan : dalam bahasa dan berfikir logika matematika dengan tingkat prestasi yang nyata dalam bahasa dan matematika. Gangguan ini dapat disebabkan oleh fungsi otak bagian hemisfere yaitu pusat kemampuan bahasa yang terganggu. Lepas dari kesukaran dan gangguan yang timbul karena kerusakan otak, maka perlu sekali untuk mengenal gangguan belajar karena faktor motivasional dan sosialisasi. Hal ini terutama berkaitan dengan gangguan membaca, bahasa dan menulis.
Gangguan bahasa sudah dapat dilihat pada perkembangan awal. Gangguan bahasa ini terwujud dalam gangguan bicara (bisu, gagap). Kemampuan bahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak, karena kemampuan bahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistem lainnya, sebab kemampuan bahasa untuk melibatkan kemampuan kognitif, sensori motorik,psikologis,emosi dan lingkungannya. Mereka harus mendengar pembicaraan berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari, maupun pengetahuannya tentang dunia. Mereka harus belajar mengekspresikan diri, membagi pengalaman dengan orang lain dan mengemukakan keinginannya.
4.    Anak nakal/delinkuensi
Ciri dari anak nakal adalah tindakannya melawan hukum dan sering cenderung kriminil. Anak-anak yang delinkuen dengan remaja putus sekolah mungkin dapat ditelusuri kebenarannya, meskipun begitu anak remaja yang putus sekolah dan berkeliaran belum tentu delinkuen. Anak-anak nakal benar-banar melakukan kejahatan dan pelanggaran yang serius.
Menurut Conger 173 diskriminasi sosial dapat menyebabkan bertambahnya kriminalitasnya, namun remaja yang hidup dalam kemiskinan , dengan orang tua tidak bertanggung jawab akan menjadi delinkuen.
Delinkuen ditemukan pada anak remaja yang berasal dari berbagai tingakatan sosial ekonomi dan bukan dari kelas sosial ekonomi rendah saja. Anak-anak delinkuen mempunyai kepercayaan diri yang lebih kuat, memberontak, dan ambivalen otorites, mendendam, dan menunjukkan sikap bermusuhan, curiga, destruktif, impulsif, dan menunjukkan kontrol batin yang kurang. Suatu penelitian menunjukkan bahwa  tingkat kecerdasan anak-anak delinkuen biasanya di bawah rata-rata hingga rendah. Dapat dinyatakan  bahwa delinkuen berkaitan dengan sifat-sifat kepribadian.
Delinkuen terjadi baik pada anak wanita maupun pria. Pada anak pria sering berkaitan dengan pencurian, pelanggaran norma, dan kekerasan. Sedangkan delinkuen pada wanita kebanyakan termasuk pelanggaran seksual atau premarital seks. Dari suatu penelitian pada tahun 17 ditemukan bahwa prevalensi pencurian yang dilakukan oleh remaja mencapai angka 5 persen. Sekalipun masih rendah namun hal ini cukup mengerikan, sebab remaja adalah penerus kelangsungan hidup bangsa. Kasus premarital seks yaitu melakukan hubungan seks sebelum menikah akhir-akhir ini banyak ditemukan dan frekuensinya cenderung meningkat. Suatu penelitian di Yogyakarta menyatakan bahwa remaja yang melakukan hubungan seks sebelum menikah mencapai sepuluh persen. Rupanya delinkuensi termasuk sindroma perilaku seperti alkoholisme, narkoba atau narkotik dan obat terlarang, dan sebagainya.
MIlenium ketiga di Indonesia diramaikan oleh berita maraknya pemakai narkabo hingga melanda para atlet sepakbola dan para artis. Bahkan pengedarnya melibatkan perwira suatu angkatan daam tubuh TNI. Kini kampanye mengenyahkan narkoba banyak digencarkan. Perilaku delinkuen sering bermotifkan karena ada pengaruh teman sebaya, dan keinginan untuk mencoba.
Upaya untuk mengatasi masalah delinkuensi membutuhkan terapi yang menyangkut perilaku. Perlu diterapkan prinsip reinforcementseperti membiarkan atau tidak menghukum kesalahan atau kegagalan, memuji tingkah laku yang positif dan belajar model atau role playing. Cara penanganan ini tentulah setapak demi setapak. Untuk delinkuensi berat hal ini perlu mendapatkan pembuktian.

5.    Aliensi atau Pecandu
Alienasi adalah perasaan menjadi asing terhadap sesuatu. Alienasi merupakan problematik identitas kepribadian anak, sehingga anak mereka “lari” dari kenyataan hidup yang sebenarnya untuk mendapatkan kenikmatan baru. Oleh karena itu alienasi sering juga disebut sebagai pecandu. Pada remaja seringkali mereka melepaskan diri dari keluarga, hal ini merupakan penanda awal dari kemungkinan terjadinya alienasi. Mereka mulai melonggarkan diri terhadap norma keluarga dan menjalin hubungan dengan lingkungan di luar keluarga, yaitu teman sebaya. Semakin intensif pergaulan dengan teman sebaya, semakin melonggar pula mereka mengikuti pengaruh dari orang tua. Celakanya adalah bila dari teman sebayanya cenderung mempunyai perilaku kelompok yang bersifat negatif, maka anakpun akan menirunya pula.
Dalam bidang seksualitas sering ditemukan semakin permisif norma yang dianut akan semakin meningkat intensitas keterlibatan dengan teman sebaya. Intensitas yang tinggi dengan teman sebaya akan mengurangi ketergantungan dengan orang tua.
Merasa asing dapat bersifat parsial atu total. Pada tingkat terakhir alienasi dapat berwujud ekstrem misalnya masuk dalam kelompok yang menentang norma-norma masyarakat atau kontra kultur, menjadi dropout sosial atau  menjadi pecandu narkoba. Refleksi dari alienasi sering berwujud kecanduan akan minuman keras dan terutama obat. Oleh karena itu ada hubungan yang erat  antar  alienasi dengan kecanduan drug hard. Kalau sudah  demikian maka susah untuk melakukan penanganan. Pengobatan individual dilaksanakan di klinik-kinik khusus. Di Jawa Barat terdapat Suralaya, dibeberapa rumah sakit mulai dikembangkan layanan untuk penyembuhan dan ketergantungan terhadap obat terlarang.
2.4     Penanganan (Terapi)
Beberapa terapi atau perawatan gangguan perkembangan antara lain:
1.    Perawatan berbasis komunitas saat ini lebih banyak terdapat pada managed care. Yaitu dengan cara-cara yaitu :
a.    Pencegahan primer melalui berbagai program sosial yang ditujukan untuk menciptakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan anak. Contohnya adalah perawatan pranatal awal, program penanganan dini bagi orang tua dengan faktor resiko yang sudah diketahui dalam membesarkan anak, dan mengidentifikasi anak-anak yang berisiko untuk memberikan dukungan dan pendidikan kepada orang tua dari anak-anak ini.
b.    Pencegahan sekunder dengan menemukan kasus secara dini pada anak-anak yang mengalami kesulitan di sekolah sehingga tindakan yang tepat dapat segera dilakukan. Metodenya meliputi konseling individu dengan program bimbingan sekolah dan rujukan kesehatan jiwa komunitas, layanan intervensi krisis bagi keluarga yang mengalami situasi traumatik, konseling kelompok di sekolah, dan konseling teman sebaya.
c.    Dukungan terapeutik bagi anak-anak diberikan melalui psikoterapi individu, terapi bermain, dan program pendidikan khusus untuk anak-anak yang tidak mampu berpartisipasi dalam sistem sekolah yang normal. Metode pengobatan perilaku pada umumnya digunakan untuk membantu anak dalam mengembangkan metode koping.
d.   Terapi keluarga dan penyuluhan keluarga. Penting untuk membantu keluarga mendapatkan keterampilan dan bantuan yang diperlukan guna membuat perubahan yang dapat meningkatkan fungsi dari semua anggota keluarga.
2.    Pengobatan berbasis rumah sakit dan Rehabilitasi.
a.    Unit khusus untuk mengobati anak-anak dan remaja, terdapat di rumah sakit jiwa. Pengobatan di unit-unit ini biasanya diberikan untuk klien yang tidak sembuh dengan metode alternatif, atau bagi klien yang beresiko tinggi melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain.
b.    Program hospitalisasi parsial juga tersedia, memberikan program sekolah di tempat (on-site) yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan khusus anak yang menderita penyakit jiwa. Seklusi dan restrein untuk mengendalikan perilaku disruptif masi menjadi kontroversi. Penelitian menunjukkan bahwa metode ini dapat bersifat traumatik pada anak-anak dan tidak efektif untuk pembelajaran respon adaptif. Tindakan yang kurang restriktif meliputi istirahat (time-out), penahanan terapeutik, menghindari adu kekuatan, dan intervensi dini untuk mencegah memburuknya perilaku.

3.    Farmakoterapi.
Medikasi digunakan sebagai satu metode pengobatan. Medikasi psikotropik digunakan dengan hati-hati pada klien anak-anak dan remaja karena memiliki efek samping yang beragam. Pemberian metode ini berdasarkan :
a.    Perbedaan fisiologi anak-anak dan remaja mempengaruhi jumlah dosis, respon klinis, dan efek samping dari medikasi psikotropik.
b.    Perbedaan perkembangan neurotransmiter pada anak-anak dapat mempengaruhi hasil pengobatan psikotropik, mengakibatkan hasil yang tidak konsisten, terutama dengan antidepresan trisiklik.







BAB III
PENUTUP
3.1     Kesimpulan
Gangguan perkembangan memiliki gambaran dimana onsetnya berfariasi selama masa bayi atau kanak, hendaya atau kelampatan perkembangan fungsi berhubungan erat dengan kematangan biologis dari susunan saraf pusat dan berlangsung secara terus menurus tanpa remisi dan kekambuhan bagi banyak ganggungan jiwa.
Merupakan gangguan perkembangan pervasive paling dikenali ditandai berlarut-larut pada interaksi social timbal-balik, penyimpangan komunikasi.
Beberapa terapi atau perawatan gangguan perkembangan antara lain:
1.    Perawatan berbasis komunitas saat ini lebih banyak terdapat pada managed care.
2.    Pengobatan berbasis rumah sakit dan Rehabilitasi.
3.    Farmakoterapi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar